Selasa, 07 Juni 2011

Ahmad Khatib Al-Minangkabawi

0 komentar
Pendahuluan
Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi adalah ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi'i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dia memiliki peranan penting di Makkah al Mukarramah dan di sana menjadi guru para ulama Indonesia.
Ahmad khatib meski ia berada di Mekah ia tetap memiliki jiwa nasionalisme. Jiwa nasionalismenya di tuangkan melalui tulisan-tulisan. Sebagaian besar tulisannya itu adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan para ulama Indonesia yang berkunjung ke Mekah. Dalam tuliannya itu ia menuangkan pendapatnya tentang penjajahan yang terjadi di Indonesia, ia menentang penjajahan yang di lakukan oleh bangsa Eropa kepada negara Islam.
Pembahasan

Nama lengkapnya adalah Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi, lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, pada hari Senin 6 Dzulhijjah 1276 H (1860 Masehi) dan wafat di Makkah hari Senin 8 Jumadil Awal 1334 H (1916 M), akan tetapi ada pendapat jyga Ahmad khatib lahir di Bukittinggi pada tahun 1885. Ia pernah belajar di Kweekschool yang berada si Bukittinggi hinga tamat. Pada tahun 1287/1871 bersama ayahnya ia berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Pada Awal keberadanya di Makkah, ia berguru dengan beberapa ulama terkemuka di sana seperti Sayyid Bakri Syatha, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makkiy.
 Ahmad khatib menikah pada tahun 1296H/1879M dengan putri dari Syekh Saleh Kurdi seorang bangsawan san penjual kitab-kitab. Setelah menikah ia menjadi Imam, Khatib, dan mengajar di Masjidil Haram. Awalnya ia hanya mengajar di rumahnya, karena muridnya bertambah banyak ia pun mulai mengajar di Masjidil Haram setelah mendapat persetujuan dari Syarif, akan tetapi ada pendapat bahwa Ahmad khatib mendapat izin mengajar di Masjidil haram karena pengaruh dari mertuanya yang dekat dengan Syarif.
Banyak murid Syeikh Khatib yang diajarkan fiqih Syafi'i. Kelak di kemudian hari mereka menjadi ulama-ulama besar di Indonesia, seperti Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) ayahanda dari Buya Hamka; Syeikh Muhammad Jamil Jambek, Bukittinggi; Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli, Candung, Bukittinggi, Syeikh Muhammad Jamil Jaho Padang Panjang, Syeikh Abbas Qadhi Ladang Lawas Bukittinggi, Syeikh Abbas Abdullah Padang Japang Suliki, Syeikh Khatib Ali Padang, Syeikh Ibrahim Musa Parabek, Syeikh Mustafa Husein, Purba Baru, Mandailing, dan Syeikh Hasan Maksum, Medan. Tidak ketinggalan pula K.H. Hasyim Asy'ari dan K.H. Ahmad Dahlan, dua ulama yang masing-masing mendirikan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, merupakan murid dari Syeikh Ahmad Khatib.
Syeikh Ahmad Khatib adalah tiang tengah dari mazhab Syafi'i dalam dunia Islam pada permulaan abad ke XIV. Ia juga dikenal sebagai ulama yang sangat peduli terhadap pencerdasan umat. Imam Masjidil Haram ini adalah ilmuan yang menguasai ilmu fiqih, sejarah, aljabar, ilmu falak, ilmu hitung, dan ilmu ukur (geometri).
Gagasan-gagasan Ahmad Khatib
Perhatiannya terhadap hukum waris juga sangat tinggi, keahlianya dalam mawarits (hukum waris) telah membawa pembaharuan adat Minang yang bertentangan dengan Islam. Pembagian waris dalam adat Minang adalah menganut garis matrilial, hal itulah yang di kritik oleh Ahmad khtib karena tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Nasionalisme Ahmad khtib jangan di ragukan walaipin ia tidak tingal di Indonesia khususnya tempat kelahurannya Minang, akan tetapi sikap nasionalismenya tetap besar. Hal itu terbukti saat HOS Tjokroaminoto mendirikan Sarekat Islam mendapat tentangan dari Sayid Usman, Sayis usman berpendapat “bahwa sarekat Islam adalah kelompok yang tidak islam sama sekali dan Tjokroaminito tidak hidup sesuai dengan norma-norma islam” untuk itulah ahmad khatib membela Tjokroaminito. Tidak hanya itu ia juga menyamakan bangsa Belanda dengan orang kafir yang yang menguncangkan agama islam di hati penganutnya.
Dalam hal terekat ia berpendapat, bahwa tasawuf adalah usaha memperkuat akidah secara benar, menegakkan peribadahan dan beraklak mulia sebagaimana yang sigariskan oleh al-Qur’an dan Sunah. Mengamalkan tasawuf tidak boleh terlepas dari al-Qr’an dan Sunah. Ia pun mengkritik beberapa ajaran terekat Naqsyabandiyah yang di angapnya telah menyimpang dari al-Qur’an dan Sunah Rasulullah.
Selain masalah teologi, dia juga pakar dalam ilmu falak. Hingga saat ini, ilmu falak digunakan untuk menentukan awal Ramadhan dan Syawal, perjalanan matahari termasuk perkiraan wahtu shalat, gerhana bulan dan matahari, serta kedudukan bintang-bintang tsabitah dan sayyarah, galaksi dan lainnya.
Syeikh Ahmad Khatib juga pakar dalam geometri dan tringonometri yang berfungsi untuk memprediksi dan menentukan arah kiblat, serta berfungsi untuk mengetahui rotasi bumi dan membuat kompas yang berguna saat berlayar. Kajian dalam bidang geometri ini tertuan dalam karyanya yang bertajuk Raudat al-Hussab dan Alam al-Hussab
Karya-karya
    Ada beberapa karya dari Ahmad khatib yang berpengaruh terhadap dunia ilmu pengetahuan dan dalam dunia islam. Diantaranya adalah: bukunya “Rauda al Huddabab fi ‘Ilm al-Hisab” membahas ilmu berhitung dan ilmu ukur, terutama sebagai ilmu bantu untuk islam, sedangkan kitabnya “ Al Jawahir fi’l A’mal al-Jaibiyyah” adalah buku pedoman untuk pengetahuan tentang tangal kronologi.
Karya lainnya adalah Hasyiyatun Nafahat ala Syarh al-Waraqat. Syeikh Ahmad Khatib menyelesaikan penulisan kitab ini pada hari Kamis, 20 Ramadhan 1306 H, isinya tentang usul fiqih. Kitab-kitab lainnya adalah al-Da'il Masmu'fi al-Raddi ala man Yurist al-Ikhwah wa Aulad al-Akhawat ma'a Wujud al-Ushl wa al-Manhaj al-Masyru', Dhau al-Siraj dan Shulh al-Jama'atain bi Jawazi Ta'addud al-Jum'atain.

Daftar pustaka
A. Steenbrink, Karel.Beberapa Aspek tenteng Islam di Indonesia Abad ke-19,Jakarta:Bulan Bintang 1984
Mansur, Laily,Ajaran dan Teladan Para Sufi,Jakarta:SRI GUNTUNG Devisi Buku Saku Rajagrafindo Pesada 1996
Htttp//wikipedia bahasa indonesia Ensiklopedia bebas. (Di akses 15 maret 2010)
  

Leave a Reply